Jumat, 13 Juli 2018

Kamupun Bisa Menulis: 7 Poin Menjadi Penulis


By
Mujiburrahman Al-Markazy

Bismillah, Alhamdulillah, Allahumma Sholli ala Rasulillah wa syahidi waman wala.

Wahai saudaraku, untuk apa kita hidup...?
Yah, untuk ibadah, mengabdi kepada Allah dan bermanfaat kepada sesama. Hemmmm, tahukah kamu bahwa ada aktifitas yang bisa kamu lakoni dalam mengisi relung kekosongan pada aktifitas kamu. Subhanallah, bukan hanya bernilai ibadah semata tapi sarana berbagi kebaikan untuk sesama. Apakah itu? Menulis. Yah, menulis adalah sarana terbaik selain untuk memanifestasikan nilai ibadah juga sarana berbagi kebaikan untuk sesama.

Dunia ini berkembang sesuai zamannya. Dulu aktifitas tulis-menulis selalu berkaitan erat dengan, pulpen dan kertas. Kemudian berkembang menjadi, komputer atau laptop, printer dan kertas. Selanjutnya, berkembang dunia cyber dengan perangkat internetnya. Bahkan, ada pencanangan kedepan bahwa akan ada "Dunia tanpa kertas". Artinya, walaupun ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan dunia buku dan tulisan. Maka, nanti jenis percetakan itu berubah dari mencetak buku dalam bentuk print out menjadi elektronik book atau lebih dikenal dengan istilah e-book.

Dalam buku Pak Cah, Panggilan akrab Cahyadi Takariawan beliau menulis sebuah ungkapan, "Jika ada pencanangan program 'dunia tanpa kertas', penulis tetap bisa eksis." Hemmmm, karena aktifitas menulis adalah aktifitas yang tidak pernah mati. Boleh saja ada "Dunia tanpa kertas". Tapi, tidak akan pernah ada "Dunia tanpa tulisan". Alam semesta ini adalah tulisan dan Maha karya Ilahi Rabbi. Lihat, bagitu pentingnya tulisan dan bacaan, sehingga perintah Allah pertama kali adalah "Baca". Baca senantiasa identik dengan tulisan baik itu tulisan dalam pengertian hakiki ataupun tulisan dalam pengertian majazi.

Dengan menulis semua karya yang pernah kita telurkan akan tetap abadi selama zaman itu masih ada. Hemmmm, ajibnya lagi bahwa kwalitas atau hasil tulisan kita selamanya abadi tanpa berkurang sedikitpun kwalitasnya. Berbeda dengan kita meninggalkan karya berupa pesantren, RS, Sekolah, sumur dan sebagainya yang bisa kemungkinan berkembang lebih besar dengan ketiadaan kita atau malah akan habis dengan kepergian kita. Karya yang telah kita torehkan akan abadi. Yah, walaupun sang penulis telah meninggalkan dunia ini tapi karyanya abadi. Sampai datang kiamat.

Hemmmm, "Jika anda ingin hidup lebih lama dari umur anda, maka menulislah." ---Mujiburrahman Al-Markazy.

Coba buka kitab Arbain Nawawi, kita akan temukan hadist yang menceritakan tentang makhluk apa pertama kali yang Allah ciptakan, Pena. Yah, Pena. Pena itulah yang menulis semua kejadian sampai hari kiamat. Semua telah tertulis, sejak awal dunia hingga berakhirnya dunia. Kita semua telah tertulis dalam kitab maha karya Allah swt, Lauhil Mahfuz. Hemmmm, maka jadilah penulis yang menulis dengan kalimat-kalimat zikir. Setiap goresan penamu adalah ibadah. Menulislah, anda akan hidup tidak untuk hari ini, tapi selama dunia masih tegak. Seperti itulah umur  'amal' anda.

Dibawah ini, hamba ingin berbagi, bagaimana pentingnya menulis. Semoga kita bisa berbagi manfaat dengan tulisan-tulisan kita.

1. Panjang umur

Iya, seorang penulis adalah orang yang paling panjang umurnya. Diatas tadi sudah sempat disinggung bahwa walaupun hidup kita telah berakhir. Tapi, karya tulis kita masih bisa bermanfaat bagi orang lain. Inilah yang namanya panjang umur.

Secara zahir umur tetap tidak bisa berubah, tapi kita bisa menambah manfaat umur kita walaupun kita telah hidup di bawah tanah. Bukankah, Maulana Zakaria Al-Kandahlawi Dab., pernah mensyarah hadits Muslim dalam kitab Fadhilah Sedekah pada Bab Silaturahim. Beliau menjelaskan tentang makna panjang umur yang disebabkan oleh amalan silaturahim. Beliau sampaikan,"Kebanyakan ulama memahami panjang umur disini adalah dari segi manfaatnya."

Coba perhatikan, para guru-guru kita, alim-ulama. Semua mereka telah menulis disamping mereka juga mengajar secara langsung. Hemmmm, Subhanallah karya-karya mereka telah menghiasi jagad Ilmu pengetahuan, baik dari segi hukum-hakam agama, tauhid, Tasauf dan adab, sains, kimia, aritmatika, logika dan sebagainya. Singkatnya, mereka telah melakukan kontemplasi dan perenungan yang dalam, baik perenungan ayat-ayat qauliah dan ayat-ayat qauniah.

Karya itu, telah dibaca oleh jutaan orang bahkan milyaran orang di seluruh dunia. Kitab asli yang telah diterjemahkan ke dalam semua bahasa. Sungguh, suatu warisan yang tidak tertandingi nilainya. Insyaallah, mereka akan tetap mendapatkan bonus pahala kebaikan dari karya mereka juga mendapatkan bonus pahala dari orang yang menjadi baik disebabkan tulisan mereka tanpa mengurangi pahala amalan orang yang 'tercerahkan' dengan tulisannya itu sedikitpun.

2. Meneruskan Amalan Ulama yang hilang

Hari ini, banyak orang berzikir, berdoa, shalawatan, berdakwah, mengajar di pondok pesantren dan lain lain. Tidak dipungkiri itu semua amalan ulama yang luar biasa, turun-temurun. Tapi, ada amalan yang hampir ditinggalkan oleh para santri atau murid dari para ulama itu, yakni menulis. Berapa banyak karya yang telah ditulis. Dari sekian banyak kader lulusan pondok pesantren, Ribuan bahkan ratus ribuan tapi berapa lulusan yang berkarya dalam bidang menulis. Allah...! Kalau ada 10 orang sudah syukur.

Hemmmm, coba lihat bisa 1: 10.000. Allah...! Seperti inikah, keadaan kita sekarang ini, begitu lemah dan papa. Coba kita bandingkan dengan orang kafir yang setiap hari mengeluarkan jutaan karya tulis. Maka, pantaslah jika ada persepsi yang sudah terlanjur berkembang bahwa ilmu pengetahuan berasal dan berkembang dari orang-orang kafir itu. Hemmmm.

Sungguh miris, kita sebagai pemilik dan gudang ilmu pengetahuan tapi malah menjadi miskin dan pencuri terbaik. Seolah ilmu pengetahuan berkiblat kepada orang yang tidak kenal tuhan itu. Allah...! Semoga Allah maafkan salah dan lemah kita. Tapi, bagaimanapun kita harus bangkit untuk mengisi posisi-posisi yang kosong dari warisan para ulama tersebut. Allahu Akbar!.

Sebenarnya, saya ingin menangis, merengek kepada para ustadz untuk menorehkan karya tulis demi kemaslahatan umat. Biarlah ocehan tipis ini berlalu. Tapi, saya ingin sampaikan, "Wahai para da'i, wahai para ustadz ku Menulislah untuk ku, untuk umat dan untuk kejayaan Islam. Agar engkau menciptakan suasana membaca bergelora, agar suasana ilmu jadi hidup, agar membakar semangat kaum muda setelah generasi mu." Hemmmm, jangan kau pedulikan ocehan orang yang melemahkan, bangkit dan isi kekosongan ini. Walaupun, sesibuk apapun dalam dakwah, mengajar, bekerja tetap masih ada waktu untuk menulis. Sisipkanlah ia.

3. Menulis, mengikat hikmah

Kadang, terlintas dalam fikiran kita. Apa yang harus saya tulis. Menulislah, tulislah apa yang mengalir dalam jiwa dan perasaan. Dalam menulis, ada 2 aktifitas.

Pertama, menulis itu sendiri. Menulis adalah aktifitas mentransfer nilai luhur, upaya membangkitkan kesadaran, menyalurkan unek-unek di hati berdasarkan apa yang telah kita ketahui sebelumnya atau berdasarkan satu kejadian yang telah lewat maupun yang kita khawatirkan ataupula yang kita harapkan. Yah, sangat simpel, menulis adalah aktifitas hati. Poin ini tidak butuh pemikiran yang dibutuhkan hanyalah penyaluran emosi dan perasaan. Tidak usah berfikir bagaimana kalimatnya, pokoknya tulis.

Sisi kedua dari menulis adalah menyesuaikan kata, kalimat dan paragraf. Ini aktifitas tersulit bagi para penulis itu sendiri. Inilah proses berfikir dalam menulis dibutuhkan. Jadi, kenapa mesti pusing dengan yang susah. Mulailah menulis, proses editingnya nanti saja, setelah menulis. Pahami ada aktifitas menulis yang membutuhkan imajinasi dan transfer emosi. Terakhir adalah bagian editing, penyesuaian kata, kalimat, paragraf dan terakhir adalah publikasi.

Dengan menulis, makna yang kita pahami melalui perenungan yang panjang, hikmah dalam suatu peristiwa telah ditulis. Itulah, ikatan ilmu yang sangat kokoh dan rapi. Semua hikmah yang telah kita dapat dari bacaan yang tertulis maupun yang kita baca dari perenungan penciptaan Allah yang terhampar di langit dan di bumi. Perenungan yang dalam itu, akan pudar laksana awan, yang awalnya membentuk lafaz Allah, indah nan cantik akan hilang seiring dengan berlalunya waktu. Tapi, jika tuliskan makna yang terlewat dalam benak kita itu, maka ia akan abadi dan menjadi hiasan hidup bukan hanya hari ini, tapi seterusnya dan selamanya. Insyaallah.

4. Hemmmm, karena saya ingin

Yah, semua bermula dari keinginan. Sekuat apapun cambuk dipukul. Jika kudanya tidak mau berjalan, tetap ia tidak akan melangkah. Hanya dengan keinginan itu, insya Allah kita bisa menulis. Mulailah dari yang terbayangkan, terus bayangkan dan tulislah. Menulis adalah mengecap rasa dalam suasana kemudian digoreskan dalam bentuk tulisan. Baik yang kita dengar, tetesan air, lewatnya seekor semut, warna pakaian, sifat seseorang atau kejadian apapun yang terjadi bersamaan dalam satu detik bisa dilukiskan dalam bentuk tulisan kemudian dibumbui dengan sedikit analisa. Yah, jadilah sebuah tulisan.

 Menulislah bagian demi bagian. Awalnya mungkin peristiwa merah, menyusul kejadian kuning, kemudian bersamaan dengan itu terjadilah peristiwa hijau. Menulislah, bagian demi bagian. Semuanya. Tidak harus urut, mana saja yang dianggap mudah. Tulislah.

Setelah bagian-bagian itu tertuang dalam naskah. Hemmmm, coba disorot akan nampak pelangi kehidupan dari apa yang kita tulis. Jadi, mulailah menulis walaupun hanya di laptop, atau di HP, atau di balik kertas belanja. Apapun itu dengan media apa saja, tulislah. Nanti diperbaiki.

5. Berbagi kebaikan

Apa yang menggembirakan hati ini. Kalau bukanlah suatu kebaikan pasti kehampaan yang terjadi. Hadirkan Allah dalam tulisan kamu. Tulisan kita hanyalah gumpalan tasbih para sufi untuk bercengkrama dengan tuhannya.

Tinta yang kita gores hanyalah warna segar dari darah para syuhada. Menulislah dengan gelora cinta kepada Allah, maka kamu bukan hanya berenergi tapi memberikan transfer energi positif dari Sang Ilahi. Hemmmm, kamu harus mencobanya. Tulislah apa yang kamu nikmati dan nikmatilah apa yang kamu tulis. Insyaallah, tulisan kamu bukan hanya sebagai transfer nilai dan ilmu pengetahuan tapi akan menghidupkan jiwa yang mati, insya Allah.

6. Karena kamu itu unik

Setiap orang yang Allah ciptakan berbeda. Baik itu perbedaan jasmaniah atau batiniah. Apa yang kamu simpulkan, makna yang bisa kamu tangkap itu adalah anugerah imajinasi yang Allah berikan kepada kamu. Unik. Apalagi, dengan gaya menulis kamu yang pasti berbeda dengan orang lain. Tidak ada ketentuan khusus dalam berapa banyak bab dalam satu judul. Berapa paragraf dalam satu subjudul. Berapa kalimat dalam satu paragraf dan berapa kata dalam kalimat. Semua sesuka penulisnya. Bagaimana gaya seseorang dalam menulis.

Yah, setiap kita sama dengan para penulis super itu. Diberi modal 26 huruf dan beberapa tanda baca. Jika makna dalam peristiwa, hikmah dalam kejadian. Pemahaman yang muncul berdasarkan susana hati tidak diabadikan dalam bentuk tulisan. Sayang sekali, pasti 'sesuatu' itu akan hilang seiring dengan perubahan suasana hati dan padatnya kesibukan.

Perhatikanlah, kitab Shohih Bukhari yang fenomenal itu ditulis dalam kurun waktu 16 tahun. Dalam satu malam Sang Imam bisa terbangun 16-20 kali dalam semalam untuk menuliskan hadist yang beliau dengar dan ingin disampaikan agar didengar, dibaca, dan dipahami oleh orang lain.

7. Menulis membahagiakan hati

Anda percaya atau tidak. Sekarang ini ada terapi jenis baru, yakni terapi menulis. Pada tahun 2011 ada sebuah penelitian tentang, "pengaruh terapi menulis pengalaman emosional terhadap penurunan depresi pada mahasiswa tahun pertama." Hasil studi menyebutkan bahwa adanya penurunan depresi yang luar biasa dari mahasiswa tersebut. Hal ini telah dibuktikan terlebih dahulu oleh Karen Baikie dari Universitas New South Wales.

Percayalah, dengan menulis kamu bisa berteriak, tanpa perlu mengganggu orang lain. Kamu bisa berbagi manfaat dalam waktu yang berkepanjangan. Kamu bisa didengar tanpa bersuara. Dan insya Allah, kamu akan tetap abadi walaupun sudah mati.

Jazakallah khairan katsira. Selamat menjadi penulis. Tulislah untuk suatu kebaikan. Maka, sang malaikat senantiasa akan menuliskan semua produk kebaikan yang dilahirkan dari tulisan kamu. Insyaallah. ---- Mujiburrahman Al-Markazy

Bahan Bacaan:

Takariawan, Cahyadi. 2017, Menulis Membahagiakan Hati, Jogjakarta, Wonderful Publishing



Takariawan, Cahyadi. 2017, Agar Menulis Semudah Bernafas, Jogjakarta, Wonderful Publishing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar